October 28, 2014

Sumpah Pemuda





Sejak tadi pagi, banyak orang beramai-ramai mengubah status di media sosialnya menjadi "Selamat Hari Sumpah Pemuda" atau sekedar memberikan tagar #sumpahpemuda. Setidaknya disuasana politik bangsa yang (entah kenapa) masih sedikit tidak bersahabat ini, kita masih diingatkan akan jati diri kita yang satu, yaitu Indonesia. Ironisnya, masih banyak rakyat Indonesia yang tidak mengetahui sejarah Sumpah Pemuda itu sendiri atau bahkan isinya. Lebih ironis lagi, adalah rakyat Indonesia yang bahkan tidak mengetahui butir-butir Pancasila yang dijadikan dasar negaranya. Tapi kembali lagi, mungkin nasionalisme tidak bisa diukur dari pengetahuan-pengetahuan kenegaraan, karena nasionalisme berada didalam diri setiap orang tanpa terkecuali.

Teks Sumpah Pemuda dirumuskan oleh Moehammad Yamin sebagai Rumusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan pada 27 - 28 Oktober 1928 di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat. Teks ini dibacakan oleh Soegondo pada tanggal 28 Oktober 1928. Tempat dibacakannya teks Sumpah Pemuda ini sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda. Sebelumnya, tempat itu adalah milik seorang Tionghoa bernama Sie Kong Liong. Golongan Timur Asing Tionghoa pun turut hadir sebagai peninjau Kongres Pemuda, yaitu Kwee Thiam Hong, Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie.

Teks Sumpah Pemuda berbunyi:

PERTAMA
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

KEDUA
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

KETIGA
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.


Singkat, padat dan jelas. Itulah kesan yang ditimbulkan dari teks Sumpah Pemuda. Namun entah kenapa, hal ini sesungguhnya bermakna sangat luas dan dapat menimbulkan persepsi yang berbeda. 

Contohnya saja untuk butir ketiga, yaitu menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Masih banyak sekali orang yang berpendapat bahwa menggunakan bahasa asing berarti tidak menjunjung tinggi bahasa persatuan kita- masih banyak sekali. Lalu bagaimana dengan bahasa daerah? Saat kita kembali ke daerah asal kita, tentu saja kita cenderung berbicara dengan menggunakan bahasa daerah yang kita miliki- lantas apakah itu berarti kita tidak menjunjung bahasa persatuan kita? Tentu saja sebagian berkata Ya dan sebagian lagi berkata Tidak.

Dalam opini saya, bahasa Indonesia dijadikan sebagai suatu standar untuk mempersatukan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Jadi apabila dalam satu kesempatan terdapat dua orang atau lebih masyarakat Indonesia dengan latar belakang daerah yang berbeda, mereka tetap dapat berkomunikasi lancar dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sama halnya dengan kedudukan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional yang memudahkan komunikasi antar negara. Jadi, penggunaan bahasa daerah atau bahasa asing oleh orang Indonesia yang berbicara baik dengan orang Indonesia itu sendiri ataupun orang asing, menurut saya tidak akan mengurangi rasa hormatnya terhadap bahasa Indonesia.

Sebagai seseorang yang dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia, saya merasa tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Indonesia didalam hati saya. Mengunjungi negara lain, menetap di negara lain dan menggunakan bahasa diluar bahasa Indonesia tidak akan mengurangi rasa cinta saya kepada negara saya sendiri. 

Tidak ada yang salah dengan persepsi saya dan persepsi anda, kita semua punya hak untuk memahami arti dari teks Sumpah Pemuda tersebut dengan cara kita sendiri. Hanya saja jangan jadikan perbedaan persepsi itu untuk menghakimi siapa yang benar atau salah, siapa yang nasionalismenya lebih tinggi atau rendah dan pada akhirnya merenggangkan persatuan yang sudah ada.

Kita ini satu, Indonesia.

No comments:

Post a Comment